A. Al-Isra’ ayat 23-24 (Pendidikan karakter)
وَقَضَى رَبُّكَ
أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا
أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا
جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي
صَغِيرًا (24)
B. Artinya
“Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada
keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya
dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya
sebagaimana mereka berdua telah menyayangi aku di waktu kecil'.” (QS. Al-Isra :
23-24)
C. Latar Belakang Masalah
Seorang anak didalam mencari nilai-nilai hidup, harus mendapat bimbingan
sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan
dalam keadaan lemah dan suci/fitrah, dan alam sekitarnyalah yang akan
memberikan corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan seorang anak,
khususnya pendidikan karakter.
Karena itu Islam sangat memperhatikan masalah pendidikan terhadap anak dan
memberikan konsep secara kongkrit yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dimana
terdapat dalam Surat Al-Isra Ayat 23-24 dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan
pendidikan bagi anak, namun terlebih dahulu marilah kita uraikan apa
makna/definisi dari pendidikan dan arti anak itu sendiri.
D. PENGERTIAN PENDIDIKAN (PAEDAGOGIE)
Didalam berbagai literatur ilmu pendidikan, beberapa pakar/ahli pendidikan
sepakat bahwa kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani Paedagogie, terdiri
dari kata “PAIS” yang artinya anak
dan kata “AGAIN” yang artinya membimbing. Jadi Paedagogie secara bahasa
diartikan bimbingan yang diberikan kepada anak.
Menurut istilah, pendidikan
(paedagogie) diartikan oleh beberapa pakar sebagai berikut:
1) Drs.H.Abu Ahmadi dan Dra.Hj.Nur Uhbiyati P
Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan secara sadar dan disenagja
serta penuh rasa tanggungjawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak
agar anak tersebut mencapai tingkat kedewasaan yang dicita-citakan dan
berlangsung terus menerus;
2) Ki Hajar Dewantoro
Mendidik adalah kegiatan menuntun segala kodrat/bawaan yang ada pada anak-anak
agar mereka sebagai manusia dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Dari beberapa pendapat diatas, esensial makna yang terdapat didalamnya adalah sama dengan konsep dan makna pendidikan yang ada dalam agama Islam, bahwa pendidikan adalah hak semua manusia dan berlaku seumur hidup.
Dari beberapa pendapat diatas, esensial makna yang terdapat didalamnya adalah sama dengan konsep dan makna pendidikan yang ada dalam agama Islam, bahwa pendidikan adalah hak semua manusia dan berlaku seumur hidup.
E. PENGERTIAN ANAK
Menurut Islam, anak merupakan sebuah amanah dari Allah SWT yang diembankan
kepada hamba-Nya yang dikehendaki, yang dilahirkan dalam keadaan suci/fitrah.
Karena itu, tanggungjawab pendidikan seorang anak secara khusus dibebankan
kepada orang tuanya,
Selanjutnya mari kita bahas konsep pendidikan bagi anak yang ditawarkan oleh Islam,yaitu dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra’ (17) ayat 23-24.
Selanjutnya mari kita bahas konsep pendidikan bagi anak yang ditawarkan oleh Islam,yaitu dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra’ (17) ayat 23-24.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا
إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ
أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا
وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“ Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada
keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.”
(Qs. Al Israa’ [17]:23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ
الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil’.”
(Qs. Al Israa’ [17]:24)
Takwil firman Allah :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا
إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ
أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا
وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
(Dan tuhanmu telah memrintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada
keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.)
Maksud ayat ini adalah, wahai Muhammad, Tuhanmu telah menetapkan
perintah-Nya kepada kalian untuk tidak menyembah selain Allah, karena tiada
yang patut disembah selain Allah.
F. MAKNA KOSAKATA
Dalam ayat ini membahas 16 masalah :
Pertama قَضَى :
“ Memerintahkan “. Maksudnya , memerintahkan, mengharuskan dan mewajibkan.
Kedua : Allah SWT memerintahkan bertauhid dan beribadah kepada-Nya. Dan
menjadikan bakti kepada kedua orang tua selalu dibarengkan dengan beribadah
kepada-Nya. Sebagaimana telah membarengkan terimakasih kepada keduanya dengan
bersyukur kepada-Nya. Allah berfirman, وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.
Ketiga : Termasuk berbakti kepada kedua orang tua adalah ihsan (berlaku
baik) kepeda keduanya dengan tidak menunjukan pertentangan atau durhaka kepada
keduanya. Karena tindakan seperti itu disepakati termasuk dosa besar.
Hal tersebut dijelaskan dalam sunnah sebagaimana tercantum dalam shahih
dari Abdullah bin amru,
“Sesungguhnya di antara dosa besar itu adalah seseorang yang mencaci kedua
orang tuanya”. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah apakah (ada) seseorang
yang mencaci orang tuanya sendiri?”. Beliau menjawab, “ Ya (ada),yaitu
seseorang yang mencaci ayah orang lain berarti ia mencaci ayahnya sendiri,
kemudian ia mencaci ibu orang lain berarti ia telah mencaci ibunya sendiri.
Keempat : durhaka terhadap orang tua adalah menentang maksud keduanya yang bersifat
mubah. Sebagaimana berbakti kepada keduanya adalah menuruti apa yang menjadi
maksud keduanya. Dengan demikian jika keduanya atau salah satu dari keduanya
memerintahkan suatu perintah kepada anaknya, mak ia wajib menaatinya jika
perintah itu bukan suatu kemaksiatan dan selama yang diperintahkan itu
merupakan hal hal yang mubah (boleh) dan termasuk mandub (dianjurkan).
Sebagia ulama berpandangan bahwa perintah kedua orang tua untuk hal-hal yang mandub
maka menjadi bertambah kuat ke mandubnya itu.
Kelima : At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata,” Aku memiliki
seorang istri yang aku cintai. Sedangkan ayahku membencinya sehingga
memerintahkanku agar aku menceraikannya namun aku menolaknya.
Keenam : Dalam Ash-Shahih terlansir riwayat dari Abu Hurairah, ia
berkata, “Datang seorang pria kepadanya Nabi SAW lalu berkata,
“Siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan denga biak ?”
Beliau menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “ Kemudian siapa lagi?”
Beliau menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “ Kemudian siapa lagi?”
Beliau menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “ Kemudian siapa lagi?”
Hadist ini menunjukan
bahwa kecintaan dan kasih sayang kepada ibu harus tiga kali lipat dari
kecintaan terhadap ayah. Hal itu karena Nabi SAW menyebutkan ibu Sampai tiga
kali, sementara Ayah hanya sekali saja.
Jika makna ini dihayati maka akan tearlihat jelas bahwa kepayahan
mengandung, melahirkan, menyusui, dan mendidik hanya khusus pada diri.
Ketujuh: Bakti kepada orang tua tidak khusus ketika kedua orangtua itu
muslim.Bahkan sekalipun keduanya kafir,berbakti dan berbuat baik kepada
keduanya tetap wajib,apalagi jika keduanya kafir dzimmi (yang berhak
hidup damai).Allah SWT
berfirman
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadp
orang-orang yang tiada memerangimu kaerna agam dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu.” (Qs.Al Mumtahanah [60]: 8)
Kedalapan: Di antara berbuat baik kepada orang tua adalah jika ditentukan untuk
berangkat berjihad mak hendaknya berjihad dengan izin keduanya.”ada seorang
pria datang kepada Nabi SAW meminta izin untuk berjihad.Maka beliau menjawab
,”Ya”.beliau bersabda,”Berjihad dengan berbakti pada keduanya.”
Sedangkan lafazh Muslim di selain Ash-Shahih :
Ia berkata,”Ya,aku meninggalkan keduanya dalam keadaan menangis”.Beliau
bersabda ,”Kembalilah dan buat keduanya tertawa sebagaimana engkau telah
membuat keduanya menangis.”
Kesembilan : para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan
kedua orang tua yang musyrik, apakah anaknya harus keluar dengan izinnya , jika
jihad adalah salah satu fardhu kifayah. Ats-Tsauri mengatakan,” tidak boleh
berperang melainkan dengan izin kedunya.”
Asy-Syafi’i berkata, “ boleh baginya berperang dengan tanpa izin keduanya.”
Ibnu Al
Mundir berkata, “ para kakek adalah para ayah sedangkan para nenek adalah para
ibu, sehingga seseorang tidak boleh beperang dengan izin mereka. Dan aku tidak
mengetahui adanya indikasi yang mewajibkan itu kepada saudara dan kerabat
lainnya.”
Sedangkan Thawus melihat bahwa berbuat baik kepada saudara-saudara lebih baik
dari pada jihad dijalan Allah ‘Azza wa Jalla.’
Kesepuluh: Diantara faktor menyempurnakan bakti kepada kedua orang tua adalah menyambung
silaturrahim kepada para sahabat atau temannya. Rasulullah juga memberikan
hadiah kepada kawan-kawan Khadizah sebagai bakti beliau kepadanya dan memenuhi
janjinya, karena dia adalah istri beliau. Maka apalagi apalagi dengan kedua
orang tua .
Kesebelas:
Firman Allah SWT: “jika salah seorang diantara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu.” Dikhususkan ketika
mas lanjut usia karena ini adalah masa di mana keduanya sangat
membutuhkan baktinya karena perubahan kondisi pada keduanya yang melemah faktor
usia yang tua. Karena keduanya dalam kondisi ini telah menjadi tanggung jawab
anaknya. Keduanya sangat membutuhkan perhatian dari orang yang dulu pernah
diurusinya diwaktu kecil, yaitu dari anak-anaknya.
Selain
itu juga masa yang lama berada bersama seseorang kadang-kadang menimbulkan
kebosanan dan kejenuhan sehingga menstimulasi emosi terhadap keduia orang
tuanya. Untuk mengantisipasi situasi ini, maka dianjurkan agar sianak tetap
berbicara dengan baik dan lemah lembut terhadap kedua orang tuanya,dengan
demikian dia akan selamat dari segala cela dan aib. Maka Allah SWT berfirman: “Maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan
janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Orang bahagia adalah orang yang segera
menggunakan kesempatan untuk berbakti kepada kedua orang tuanya agar tidak
terkejar dengan kematian keduanya sehingga akan menyesali semua itu. Sedangkan
orang sengsara adalah orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya. Apalagi
bagi orang yang telah sampai kepadanya perintah untuk berbakti kepada kedua
orang tua.
Kedua belas : Firman Allah SWT: “maka sekali kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan ‘ah’.” Maksudnya, jangan katakan keduanya ucapan-ucapan yang
di dalamnya sekecil apapun yang menyedihkan. Dari Abu Raja’ Al Utharidi,
“Ah,adalah ucapan yang buruk lagi kasar.”
“Ah,adalah ucapan yang buruk lagi kasar.”
Mujahid berkata.”Artinya:Jika anda ,mendapatkan kedua orang tau dalam
kondisi lanjut usia lalu ia buangt aiar besardan aie kecil,maka janganlah anda
keduanya lalu anda ucapkan ah.” Sedangkan maksud
ayat ini lebih luas dari makna ini.
Uff dan
tuff adalah kotoran kuku, dan juga dikatakan
terhadap apa-apa yang menggelisahkan dan memberati.
Al
Azhari berkata,”Uff juga sesuatun yang snagat hina.dengan kasratain sebagaimana
macam-macam sauar yang di kasratain kan.
Sedangkan Abu Amru bun Al Ala’berkata,”Uf adalah kotoran di sela-sela kuku
sedangkan tuff adalah potongannya.”
Az-Zujjaj berkata.”Arti uff dalah busuk,”.
Para ulama kuita berkata,”ucapan ‘ah’ terhadap kedua orang tua adalah
ucapan yang paling hina karena dengan ucapan itu menolak keduanya dengan
penolakan yang termasuk kufur nikmat,kufur dan menolak wasiat Al-Quran.
Ketiga belas : firman Allah SWT “Dan janganlah kamu
membentak mereka.” An-Nahru : Membentak dan berbicara kasar kepadanya.
“Dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. ” Maksudnya,yang lembut dan indah.
Seperti: Wahai bapakku dan hai ibuku,dengam tidak menyebut nama atau
julukannya.Demikian dikatakan oleh Atha’.
Sedangkan Ibnu Al Baddah At-Tujibi berkata, “ Saya
katakan kepada Said bin Al Musayyab bahwa semua yang ada di dalam Al-Qur’an mengenai
berbakti kepada kedua orang tua telah saya ketahui, kecuali firman-Nya,” Dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. Apakah perkataan yang
mulia itu?. Ibnu Al Musayyab menjawab,”ucapan seorang hamba yang bersalah
kepada kedua orang tuanya yang kasar dan keras.”1187
Keempat
belas: Firman Allah
SWT,
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
.“
Ini adalah bahasa kiasan yang berkenaan dengan lemah lembut dan
kasih sayang serta merendah diri dihadapan kedua orang tua sebagaimana rendah
diri seorang rakyat terhadap seorang pemimpin sebagaimana di tunjukan kepadanya
oleh Sa’id bin Al Musayyab. Hafsh mengambil gambaran dengan ‘sayap’ dan
menjadikannya rendah adalah serupa dengan sayap burung ketika merendahkan sayap
untuk anaknya.
Kelima
belas : Dan didalam ungkapan adalah untuk menjelaskan jenis. Maksudnya,
sungguh rendah diri adalah bagian dari rahmat yang kokoh bersemayam didalam
jiwa. Dan juga bisa untuk menunjukan tujuan akhir.
Kemudian
Allah SWT memerintahkan para hambanya agar berkasih sayang kepada orang tua
mereka dan mendo’akan mereka. Hendaknya engkau menyayangi keduanya sebagaimana
keduanya menyayangimu dan juga lemah lembut kepada keduanya sebagaimana
keduanya lemah lembut kepadamu. Karena keduanya telah menolongmu ketika kamu
masih kecil, bodoh dan sangat membutuhkan sehingga keduanya mengutamakanmu dari
pada diri mereka sendiri. Keduanya begadang dimalam hari, keduanya lapar demi
mengenyangkanmu,keduanya berpakaian compang-camping demi memberikan pakaian
untukmu, maka kamu tidak akan bisa mebalas kebaikan keduanya kecuali ketika
keduanya telah lanjut usia sampai batas usia mereka tidak berdaya seperti kamu
masih kecil,lalu kamu mengurusinya dengan baik sebagaimana keduanya telah
mengurusmu dengan baik pula. Dengan demikian kedua orang tua memiliki hak untuk
diutamakan.
Keenam
belas : Firman Allah SWT: “sebagaimana mereka berdua telah mendidiku.” Pendidikan
secara khusus disebutkan agar para hamba ingat bahwa kasih sayang kedua orang
tua dan kelelahan kedua orang tua adalah dalam mendidik. Sehingga hal itu dapat
menambah kasih sayang dan sikap lemah lembut kepada keduanya. Semua ini untuk
kedua orang tua yang mukmin.
G. TAFSIR AYAT
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا
إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ
أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا
وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ
الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Berdasarkan ayat di atas, tampaknya yang menjadi titik sentral dalam masalah
bir al-walidain adalah anak, maka posisi orang tua sebagai pendidik tidak
menjadi bahasan utama. Hal ini bisa disebabkan adanya suatu anggapan bahwa
orang tua tidak akan melalaikan kewajibannya dalam mendidik anak.
Menurut Said Qutub orang tua itu tidak perlu lagi dinasehati untuk berbuat baik
kepada anak, sebab orang tua tidak akan pernah lupa akan kewajibannya dalam
berbuat baik kepada anaknya. Sedangkan anak sering lupa akan tanggung jawabnya
terhadap orang tua. Ia lupa pernah membutuhkan asuhan dan kasih sayang orang
tua dan juga lupa akan pengorbanannya. Namun demikian anak perlu melihat ke
belakang untuk menumbuh-kembangkan generasi selanjutnya. Jadi mempelajari
cara orang tua dalam mendidik anak menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.
Hal pertama yang teranalisa dalam penjelasan kedua ayat tersebut adalah kewajiban orang tua untuk memperlakukan anak dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran ayat wa bilwalidaini ihsana. Dalam penafsiran penggalan ayat tersebut, anak dituntut berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan orang tua telah berbuat ihsan kepada anak; mengandung selama sembilan bulan, memberikan kasih sayang dan perhatian sejak dari proses kelahiran hingga dewasa.
Hal pertama yang teranalisa dalam penjelasan kedua ayat tersebut adalah kewajiban orang tua untuk memperlakukan anak dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran ayat wa bilwalidaini ihsana. Dalam penafsiran penggalan ayat tersebut, anak dituntut berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan orang tua telah berbuat ihsan kepada anak; mengandung selama sembilan bulan, memberikan kasih sayang dan perhatian sejak dari proses kelahiran hingga dewasa.
Dengan demikian, perintah anak untuk berbuat ihsan kepada orang tua menjadi
wajib dengan syarat orang tua telah terlebih dahulu berbuat ihsan kepadanya.
Ihsan orang tua terhadap anak sangat urgen sebab seorang anak yang dilahirkan
ke dunia ini dalam keadaan lemah tidak berdaya, tidak tahu apa-apa, dan
perlu pertolongan orang lain. Untuk mengatasi ketidakberdayaannya, anak sangat
bergantung sepenuhnya kepada orang tua dan menunggu bagaimana arahan dan
didikan yang akan diberikan kepadanya.
Hal kedua yang dapat dijadikan konsep pendidikan emosional anak adalah
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Kondisi lemah anak yang masih kecil dalam asuhan orang tua sama halnya dengan
kondisi orang tua yang telah tua renta dalam asuhan anak. Ketika Allah
mewajibkan anak untuk berbuat baik kepada orang tua sebagai balasan orang tua
yang telah memperlakukan anak dengan baik dan susah payah ketika anak kecil,
maka secara otomatis orang tua juga dituntut hal yang sama yakni memperlakukan
anak dengan baik; tidak bersikap yang menunjukkan kebosanan dan kejemuan secara
lisan maupun bahasa tubuh. Berkaitan dengan hal ini, orang tua seharusnya tidak
mengabaikan aspek psikologis dalam mengasuh anak. Anak memerlukan perhatian dan
kasih sayang. Meskipun belum bisa berpikir logis, anak tetap memerlukan kasih
sayang dan cinta orang tua. Pemberian materi yang banyak tanpa dibarengi dengan
perhatian dan rasa cinta dari orang tua akan membuat anak merasa tidak ada
ikatan emosi antara dirinya dan orang tua. Akibatnya anak tidak peka terhadap
apa yang dirasakan oleh orang tuanya, apalagi ketika orang tua telah renta.
Memperlakukan anak dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang bukan hanya
membantu anak berkembang dengan positif tetapi juga memudahkan orang tua untuk
mengontrolnya. Di saat orang tua bersikap lemah lembut dan sayang kepadanya,
maka anak tersebut akan mudah untuk diajak kerjasama dan akan bersikapmenurut.
Memperhatikan aspek psikologis anak dapat diwujudkan dengan sikap dan
perkataan. Allah mewajibkan anak untuk berkata lemah lembut dan tidak
menghardik orang tua ketika mereka telah pikun karena orang tua telah berlaku
sabar, bersikap lembut dan tidak menghardik anak. Dengan demikian orang tua
juga dituntut untuk lemah lembut dalam perkataan dan tidak menghardik anak.
Anak kecil yang belum bisa berpikir rasional dan logis sama halnya seperti
orang tua yang telah pikun. Anak kecil tentunya akan merasa senang dengan
dunianya. Misalnya anak kecil mempermainkan kotorannya sendiri yang menurut
daya nalar anak apa yang dilakukannya tersebut baik dan menyenangkan. Meskipun
hal demikian belum tentu logis dan baik menurut pemikiran orang dewasa. Dalam
hal ini orangtua perlu bersikap sabar. Penghinaan dan celaan adalah tindakan
yang dilarang dalam pendidikan, sekalipun terhadap bocah kecil yang belum
berumur satu bulan. Anak bayi sangatlah peka perasaannya. Ia dapat merasakan
orang tua tidak senang dan tidak menyukainya melalui sikap, bahkan yang masih
tersirat dalam hati orang tua, lebih-lebih lagi melalui perkataan yang jelas.
Sikap orang tua dalam menghadapi dan mengasuh anak pada masa kecil memerlukan
kesabaran dan tutur kata yang baik atau qaulan karima. Tutur kata yang baik
bisa diwujudkan seiring dengan adanya kesabaran. Apabila tidak ada kesabaran
dalam diri orang tua tentunya kata-kata kasar dan hardikan akan keluar tanpa terkendali.
Dan perkataan kasar serta hardikan tidak disenangi anak, walaupun menurut orang
tua semua itu demi kebaikan anak. Sebab yang dirasakan oleh anak bahwa
kata-kata yang tidak lemah lembut merupakan bukti ketidaksenangan orangtua
terhadapnya.
[1] Pengendalian tutur kata agar selalu terucap yang baik merupakan bentuk
kesabaran dan penghargaan orang tua terhadap anak. Ada sebagian keluarga di
mana orang tua selalu menggunakan perkataan kotor ketika berbicara dengan
anak-anak mereka. Padahal pada setiap tempat, terjaganya lingkungan masyarakat
akan tergantung pada istilah-istilah dan ungkapan bahasa yang digunakan oleh
ayah dan ibu kepada putra putrinya. Membiasakan anak bersikap sopan santun
dalam berbicara adalah tugas orang tua, karena anak mengambil dan belajar dari
kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya tidak memiliki cara yang benar
dalam berbicara, maka mereka berdua tidak akan mampu mengajari anak-anak mereka
sama sekali.
[2] Qaulan karima merupakan perkataan yang baik, lembut dan memiliki unsur
menghargai bukan menghakimi. Dengan demikian anak akan bisa menilai kadar
keperdulian orang tua terhadap dirinya melalui perkataan yang didengarnya. Di
samping memberikan dampak secara psikologis, gawl karim juga menjadi acuan bagi
anak untuk mengikuti pola yang serupa. Sebagai konsekuensinya anak berbicara
dengan perkataan yang baik kepada orang tua sehingga akan terjalin ikatan
emosional antara anak danorangtua.
Perkataan kasar dan caci maki, sebagai kebalikan dari pendapat di atas,
akan membuat anak terbiasa dengan kata-kata tersebut. Terbiasa di sini
dimaksudkan bahwa ketika orang tua melontarkan cacian kepada anak sebagai tanda
marah, anak tidak akan menghiraukan lagi.
[3] Dan membentak anak sekalipun ia masih sangat kecil, berarti penghinaan
dan celaan terhadap kepribadiannya sesuai kepekaan jiwanya. Dampak negatif ini
tumbuh dan berkembang hingga menghancurkan kepribadian dan mengubah manusia
menjadi ahli maksiat dan penjahat yang tidak lagi peduli dengan perbuatan dosa
dan haram.
[4] Melalui kata yang baik, bijak dan juga pujian, anak akan merasa
dihargai dan keberadaannya di antara anggota keluarga menjadi berarti.
Seberapapun tinggi pendidikan dan juga pengetahuan yang diperoleh orang tua
tentunya orang tua tidak bisa memandang segala sesuatunya dari sudut pandangnya
sendiri. Sebab anak yang masih kecil belum mampu menjangkau pemikiran orang
tua. Dengan demikian orang tua dalam usaha mendidik dan mengarahkan anak
berusaha untuk memposisikan diri pada sudut pandang anak yang masih kecil
tersebut kalau tidak akan selalu terjadi ketegangan. Dan sebagai konsekuensinya
perkataan tidak baik akan ditangkap oleh anak.
[5] Berkaitan dengan cara pandang orang tua yang berbeda dengan anak kecil,
di sini perlu dirujuk kembali pendapat al-Tabariy yang menyatakan bahwa anak
harus membiarkan apa yang dicintai dan diingini oleh kedua orang tua ketika
keduanya dalam asuhannya selama tidak bermaksiat kepada Allah. Anjuran untuk
membiarkan apa yang diinginkan oleh orang tua dimaksudkan untuk menjaga
perasaan keduanya, agar mereka tidak sakit hati dan tersinggung.
Hal demikian juga dapat diterapkan dalam mendidik anak. Orang tua tidak perlu
terlalu protektif dengan lebih banyak mengeluarkan intruksi larangan dari pada
membolehkan. Apabila orang tua banyak melarang segala sesuatu yang akan
dilakukan oleh anak, anak akan menilai orang tua sebagai sosok yang otoriter,
kejam dan tidak memahami perasaan serta kemauannya. Dan juga anak akan
cenderung tidak berani bertindak. Jika hal demikian terjadi maka kreativitas
anak akan hilang dan anak tidak merasa adanya keterikatan emosi dengan orang
tua. Oleh karena itu orang tua, dalam konteks ini, tidak terlalu banyak
melarang apa yang akan dilakukan oleh anak selama tidak membahayakan dirinya
dan juga selama tidak keluar dari norma-norma islami. Selanjutnya, setelah
berbuat ihsan dan berkata dengan qawl karim kepada anak, orang tua juga
dianjurkan untuk mendo’akan anak seperti Allah menganjurkan anak untuk mendo’
akan orang tua dalam akhir ayat 24 surat al-Isra’ tersebut. Sebab mendo’akan
anak merupakan bagian bentuk tanggung jawab orang tua kepada generasi
penerusnya, yang tidak ingin melihat mereka sebagai generasi yang amburadul,
loyo dan tidak mengerti akan tanggung jawabnya.
[6] Sebagaimana Rasulullah Saw pernah mendo’akan cucunya Hasan dan Husain.
Hadith tersebut adalah sebagai berikut: Artinya: Ya Allah, kasihilah mereka
berdua, sebab aku mengasihinya pada intinya merupakan perintah kepada anak
untuk mendo’akan kedua orang tuanya. Namun penggalan ayat tersebut merupakan
keyword dari keseluruhan konsep interaksi edukatif pada aspek emosional antara
orang tua dan anak. Orang tua berhak mendapatkan Ihsan, qawlan karima dan juga
rahmah seperti yang terdapat pada penggalan ayat tersebut, apabila ia telah
berbuat hal yang sama terhadap anak terlebih dahulu.
Hal ini dapat dipahami dari kata kama rabbayani shaghira. Dan dalam kata
tersebut terkandung unsur cause and effect atau causalitas. Kata rabbayani
dalam penggalan ayat tersebut merupakan akumulasi dari sikap Ihsan, qawlan
karlma dan juga rahmah orang tua terhadap anak. Singkatnya sikap orang
tua terhadap anak berdasarkan konsep pendidikan emosional yang terdapat dalam
surat al-Isra’ 23-24 adalah dengan cara memberikan perhatian dan kasih sayang
kepada anak, bersikap lemah lembut, berkata dengan perkataan yang baik, dan
tidak memaksakan kehendak orang tua sebab dunia anak dan orang dewasa itu
berbeda atau dengan kata lain orang tua memberikan kelonggaran bagi anak untuk
berkreativitas selama tidak menyimpang dari ajaran agama. Serta mendo’akan anak
agar Allah senantiasa melimpahkan kasih sayang-Nya terhadap anak. Sikap orang
tua terhadap anak tersebut memerlukan kesabaran dan pengorbanan yang begitu
besar. Orang tua yang telah bersabar dan berkorban dalam mendidik dan
mengarahkan anak agar menjadi anak yang shalih berhak mendapatkan do’a seperti
yang disinyalir oleh Allah dalam firman-Nya:
Artinya: Dan ucapkanlah: `wahai Tuhanku, kasihilah keduanya sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. (Al-Isra’:24).
H. KESIMPULAN
Dengan demikian secara keseluruhan konsep pendidikan yang terdapat dalam surah
al-Isra’ 23- 24 merupakan bentuk konsep yang memiliki kausalitas atau sebab¬
akibat (hubungan timbal balik). Anak menyantuni dan juga mendo’akan orang tua
sebagai konsekuensi dari sikap orang tua terhadap anak ketika anak masih kecil.
Oleh karena itu, orang tua mendapatkan hak dari anak karena orang tua telah
melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu terhadap anak. Dan begitu juga
sebaliknya; anak memberikan hak orang tua karena anak telah mendapatkan haknya,
yakni pendidikan dengan penuh kasih sayang, kelembutan, keikhlasan dan
keridhaan dari orang tua. Sehingga terbentuklah pendidikan karakter terhadap si
anak.
I. . Butir-Butir Penting dari QS. Al-Isra’
ayat 23-24
- Banyak hadis yang menganjurkan agar anak berbakti
kepada orang tua dan mengutuk orang yang durhaka kepada orang tua.
- Ridho Allah SWT adalah rido orang tua. Murka-Nya
adalah murka orang tua.
- Berbuat baik kepada orang tua akan memanjangkan
usia.
- Sebuah hadis mengatakan, “Seandainya ia(orang tua) memukulmu, padahal kamu tidak mengujarkan
kalimat yang buruk, jangan memandang orang tua seolah (kamu)
merendahkannya, jangan angkat tangan(mu) tinggi-tinggi, jangan berjalan di
depannya, jangan hanya memanggil hanya dengan namanya, jangan berbuat
sesuatu yang membuat orang lain memusuhinya, jangan duduk mendahuluinya,
bantulah mereka sebelum mereka meminta bantuanmu.”
- Sebuah hadis menyebutkan, seandainya si ayah
memukul anaknya, maka si anak dianjurkan untuk mengucapkan “semoga Allah
mengampunimu!” Kata-kata ini adalah ungkapan mulia.
- Anak-anak harus merendahkan diri di hadapan orang
tua.
- Berbakti kepada orang tua landasannya adalah
cinta dan kasih sayang, bukan basa-basi atau karena mengharapkan imbalan
materi.
- Setiap anak harus mendoakan orang tuanya agar
Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya.
J. Pesan-Pesan yang Terkandung dalam QS. Al-Isra’ ayat 23-24
- Mengesakan Allah SWT adalah pesan Tuhan yang
paling penting.
- Berbakti kepada orang tua adalah salah satu sifat
mengesakan Allah.
- Perintah agar berbakti kepada orang tua,
derajatnya sejajar dengan perintah mengesakan Allah.
- Generasi muda dan orang tua sepatutnya membangun
hubungan dengan landasan iman.
- Berbakti kepada orang tua, tidak disyaratkan
bahwa orang tua harus muslim.
- Berbakti kepada orang tua harus dilakukan oleh
seorang anak tanpa perwakilan.
- Berbakti bisa berarti mencintai, mendidik,
menghargai, dan berkomunikasi dengan baik.
- Doa anak terhadap orang tua sangat mustajab.
- Orang tua harus mendidik anaknya dengan penuh
kasih sayang.
- Manusia harus menghargai para pendidiknya.
K. Orang yang mengamalkan ayat ini
dan menyia-nyiakan nya.
Orang yang mengamalkannya akan tahu tatakrama terhadap orang tua ,
kesopanan dan adab terhadap orang tua dan sesungguhnya orang yang menyia
nyiakannya adalah orang merugi karena ia tak akan tahu adab terhadap orangtua
dan bisa saja mengamalkan nya dan berdosa.
L. Tajwid
وَقَضَى رَبُّكَ
أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا
أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا
جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي
صَغِيرًا (24)
Ø mad
harfi: وقضى, احسنا, اوكلهما, ربينيظ
Ø alif
lam syamsiah: الاتعبدوا,
الذل, الرحمة
Ø mad
wajib muttashil: الاتعبدوا,احدهما,
تقل لهما
Ø mad
lazim kalimi mutsaqol:
الااياه
Ø alif
lam qomariyah: بالوالدين,
الكبر
Ø ghunnah:
اما, يبلغن,
Ø qolqolah
kubra: يبلغن
Ø ikhfa:
عندك, قولاكريما
Ø mad
thobi'i: فلا,ولا, هما, اهما,
جناح, ارحمهما, كما
Ø mad
iwadh: قولا كريما, صغيرا
idzhar: تنهر
0 komentar:
Posting Komentar