Kamis, 14 Januari 2016

Tafsir dan Isi Kandungan Surat Al-Isra Ayat 23 - 24 Beserta Ayat dan Arti

Posted By: Dear Sqin -DQ's Skin Diary - 08.34

Share

& Comment


A.    Al-Isra’ ayat 23-24 (Pendidikan karakter)
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)

B.     Artinya
“Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah menyayangi aku di waktu kecil'.” (QS. Al-Isra : 23-24)

C.     Latar Belakang Masalah
Seorang anak didalam mencari nilai-nilai hidup, harus mendapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah, dan alam sekitarnyalah yang akan memberikan corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan seorang anak, khususnya pendidikan karakter.
Karena itu Islam sangat memperhatikan masalah pendidikan terhadap anak dan memberikan konsep secara kongkrit yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dimana terdapat dalam Surat Al-Isra Ayat 23-24 dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan bagi anak, namun terlebih dahulu marilah kita uraikan apa makna/definisi dari pendidikan dan arti anak itu sendiri.

D.    PENGERTIAN PENDIDIKAN (PAEDAGOGIE)
Didalam berbagai literatur ilmu pendidikan, beberapa pakar/ahli pendidikan sepakat bahwa kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani Paedagogie, terdiri dari kata “PAIS” yang artinya anak dan kata “AGAIN” yang artinya membimbing. Jadi Paedagogie secara bahasa diartikan bimbingan yang diberikan kepada anak.
Menurut istilah, pendidikan (paedagogie) diartikan oleh beberapa pakar sebagai berikut:
1)      Drs.H.Abu Ahmadi dan Dra.Hj.Nur Uhbiyati P
Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan secara sadar dan disenagja serta penuh rasa tanggungjawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak agar anak tersebut mencapai tingkat kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus menerus;
2)      Ki Hajar Dewantoro
Mendidik adalah kegiatan menuntun segala kodrat/bawaan yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Dari beberapa pendapat diatas, esensial makna yang terdapat didalamnya adalah sama dengan konsep dan makna pendidikan yang ada dalam agama Islam, bahwa pendidikan adalah hak semua manusia dan berlaku seumur hidup.

E.     PENGERTIAN ANAK
Menurut Islam, anak merupakan sebuah amanah dari Allah SWT yang diembankan kepada hamba-Nya yang dikehendaki, yang dilahirkan dalam keadaan suci/fitrah. Karena itu, tanggungjawab pendidikan seorang anak secara khusus dibebankan kepada orang tuanya,
Selanjutnya mari kita bahas konsep pendidikan bagi anak yang ditawarkan oleh Islam,yaitu dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra’ (17) ayat 23-24.

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“ Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
(Qs. Al Israa’ [17]:23)

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.”
(Qs. Al Israa’ [17]:24)

Takwil firman Allah :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
(Dan tuhanmu telah memrintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.)
Maksud ayat ini adalah, wahai Muhammad, Tuhanmu telah menetapkan perintah-Nya kepada kalian untuk tidak menyembah selain Allah, karena tiada yang patut disembah selain Allah.

F.      MAKNA KOSAKATA
Dalam ayat ini membahas 16 masalah :
Pertama قَضَى : “ Memerintahkan “. Maksudnya , memerintahkan, mengharuskan dan mewajibkan.
Kedua : Allah SWT memerintahkan bertauhid dan beribadah kepada-Nya. Dan menjadikan bakti kepada kedua orang tua selalu dibarengkan dengan beribadah kepada-Nya. Sebagaimana telah membarengkan terimakasih kepada keduanya dengan bersyukur kepada-Nya. Allah berfirman, وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.
Ketiga : Termasuk berbakti kepada kedua orang tua adalah ihsan (berlaku baik) kepeda keduanya dengan tidak menunjukan pertentangan atau durhaka kepada keduanya. Karena tindakan seperti itu disepakati termasuk dosa besar.
Hal tersebut dijelaskan dalam sunnah sebagaimana tercantum dalam shahih dari Abdullah bin amru,
“Sesungguhnya di antara dosa besar itu adalah seseorang yang mencaci kedua orang tuanya”. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah apakah (ada) seseorang yang mencaci orang tuanya sendiri?”. Beliau menjawab, “ Ya (ada),yaitu seseorang yang mencaci ayah orang lain berarti ia mencaci ayahnya sendiri, kemudian ia mencaci ibu orang lain berarti ia telah mencaci ibunya sendiri.
Keempat : durhaka terhadap orang tua adalah menentang maksud keduanya yang bersifat mubah. Sebagaimana berbakti kepada keduanya adalah menuruti apa yang menjadi maksud keduanya. Dengan demikian jika keduanya atau salah satu dari keduanya memerintahkan suatu perintah kepada anaknya, mak ia wajib menaatinya jika perintah itu bukan suatu kemaksiatan dan selama yang diperintahkan itu merupakan hal hal yang mubah (boleh) dan termasuk mandub (dianjurkan). Sebagia ulama berpandangan bahwa perintah kedua orang tua untuk hal-hal yang mandub maka menjadi bertambah kuat ke mandubnya itu.
Kelima : At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata,” Aku memiliki seorang istri yang aku cintai. Sedangkan ayahku membencinya sehingga memerintahkanku agar aku menceraikannya namun aku menolaknya.
Keenam : Dalam Ash-Shahih  terlansir riwayat dari Abu Hurairah, ia berkata, “Datang seorang pria kepadanya Nabi SAW lalu berkata,
“Siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan denga biak ?”
Beliau menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “ Kemudian siapa lagi?”
Beliau menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “ Kemudian siapa lagi?”
Beliau menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “ Kemudian siapa lagi?”
Beliau menjawab, “Ayahmu”.

                Hadist ini menunjukan bahwa kecintaan dan kasih sayang kepada ibu harus tiga kali lipat dari kecintaan terhadap ayah. Hal itu karena Nabi SAW menyebutkan ibu Sampai tiga kali, sementara Ayah hanya sekali saja.
Jika makna ini dihayati maka akan tearlihat jelas bahwa kepayahan mengandung, melahirkan, menyusui, dan mendidik hanya  khusus pada diri.
Ketujuh: Bakti kepada orang tua tidak khusus ketika kedua orangtua itu muslim.Bahkan sekalipun keduanya kafir,berbakti dan berbuat baik kepada keduanya tetap  wajib,apalagi jika keduanya kafir dzimmi (yang berhak hidup damai).Allah SWT berfirman                                                 “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil  terhadp orang-orang yang tiada memerangimu kaerna agam dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.” (Qs.Al Mumtahanah [60]: 8)
Kedalapan: Di antara berbuat baik kepada orang tua adalah jika ditentukan untuk berangkat berjihad mak hendaknya berjihad dengan izin keduanya.”ada seorang pria datang kepada Nabi SAW meminta izin untuk berjihad.Maka beliau menjawab ,”Ya”.beliau bersabda,”Berjihad dengan berbakti pada keduanya.”
Sedangkan  lafazh Muslim di selain Ash-Shahih :
Ia berkata,”Ya,aku meninggalkan keduanya dalam keadaan menangis”.Beliau bersabda ,”Kembalilah dan buat keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.”
                Kesembilan : para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan kedua orang tua yang musyrik, apakah anaknya harus keluar dengan izinnya , jika jihad adalah salah satu fardhu kifayah. Ats-Tsauri mengatakan,” tidak boleh berperang melainkan dengan izin kedunya.”
            Asy-Syafi’i berkata, “ boleh baginya berperang dengan tanpa izin keduanya.”
            Ibnu Al Mundir berkata, “ para kakek adalah para ayah sedangkan para nenek adalah para ibu, sehingga seseorang tidak boleh beperang dengan izin mereka. Dan aku tidak mengetahui adanya indikasi yang mewajibkan itu kepada saudara dan kerabat lainnya.”
            Sedangkan Thawus melihat bahwa berbuat baik kepada saudara-saudara lebih baik dari  pada jihad dijalan Allah ‘Azza wa Jalla.’
Kesepuluh: Diantara faktor menyempurnakan bakti kepada kedua orang tua adalah menyambung silaturrahim kepada para sahabat atau temannya. Rasulullah juga memberikan hadiah kepada kawan-kawan Khadizah sebagai bakti beliau kepadanya dan memenuhi janjinya, karena dia adalah istri beliau. Maka apalagi apalagi dengan kedua orang tua .
            Kesebelas:  Firman Allah SWT: “jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu.” Dikhususkan ketika mas lanjut usia karena ini adalah masa di mana keduanya sangat  membutuhkan baktinya karena perubahan kondisi pada keduanya yang melemah faktor usia yang tua. Karena keduanya dalam kondisi ini telah menjadi tanggung jawab anaknya. Keduanya sangat membutuhkan perhatian dari orang yang dulu pernah diurusinya diwaktu kecil, yaitu dari anak-anaknya.
            Selain itu juga masa yang lama berada bersama seseorang kadang-kadang menimbulkan kebosanan dan kejenuhan sehingga menstimulasi emosi terhadap keduia orang tuanya. Untuk mengantisipasi situasi ini, maka dianjurkan agar sianak tetap berbicara dengan baik dan lemah lembut terhadap kedua orang tuanya,dengan demikian dia akan selamat dari segala cela dan aib. Maka Allah SWT berfirman: “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
            Orang bahagia adalah orang yang segera menggunakan kesempatan untuk berbakti kepada kedua orang tuanya agar tidak terkejar dengan kematian keduanya sehingga akan menyesali semua itu. Sedangkan orang sengsara adalah orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya. Apalagi bagi orang yang telah sampai kepadanya perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua.
Kedua belas : Firman Allah SWT: “maka sekali kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’.” Maksudnya, jangan katakan keduanya ucapan-ucapan yang di dalamnya sekecil apapun yang menyedihkan. Dari Abu Raja’ Al Utharidi,
“Ah,adalah ucapan yang buruk lagi kasar.”
Mujahid berkata.”Artinya:Jika anda ,mendapatkan kedua orang tau dalam kondisi lanjut usia lalu ia buangt aiar besardan aie kecil,maka janganlah anda keduanya lalu anda ucapkan  ah.” Sedangkan maksud ayat ini lebih luas dari makna ini.
            Uff dan tuff adalah kotoran kuku, dan juga dikatakan terhadap apa-apa yang menggelisahkan dan memberati.
            Al Azhari berkata,”Uff juga sesuatun yang snagat hina.dengan kasratain sebagaimana macam-macam  sauar yang di kasratain kan.
            Sedangkan Abu Amru bun Al Ala’berkata,”Uf adalah kotoran di sela-sela kuku sedangkan tuff adalah potongannya.”
            Az-Zujjaj berkata.”Arti uff dalah busuk,”.
Para ulama kuita berkata,”ucapan ‘ah’ terhadap kedua orang tua adalah ucapan yang paling hina karena dengan ucapan itu menolak keduanya dengan penolakan yang termasuk kufur nikmat,kufur dan menolak wasiat Al-Quran.
Ketiga belas : firman Allah SWT      “Dan janganlah kamu membentak mereka.” An-Nahru : Membentak dan berbicara kasar kepadanya.
            “Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. ” Maksudnya,yang lembut dan indah. Seperti: Wahai bapakku dan hai ibuku,dengam tidak menyebut nama atau julukannya.Demikian dikatakan oleh Atha’.
            Sedangkan Ibnu Al Baddah At-Tujibi berkata, “ Saya katakan kepada Said bin Al Musayyab bahwa semua yang ada di dalam Al-Qur’an mengenai berbakti kepada kedua orang tua telah saya ketahui, kecuali firman-Nya,” Dan ucapkanlah kepada  mereka perkataan yang mulia”. Apakah perkataan yang mulia itu?. Ibnu Al Musayyab menjawab,”ucapan seorang hamba yang bersalah kepada kedua orang tuanya yang kasar dan keras.”1187
            Keempat belas: Firman Allah SWT,                         
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan .“
Ini adalah bahasa kiasan yang berkenaan dengan lemah lembut dan kasih sayang serta merendah diri dihadapan kedua orang tua sebagaimana rendah diri seorang rakyat terhadap seorang pemimpin sebagaimana di tunjukan kepadanya oleh Sa’id bin Al Musayyab. Hafsh mengambil gambaran dengan ‘sayap’ dan menjadikannya rendah adalah serupa dengan sayap burung ketika merendahkan sayap untuk anaknya.
            Kelima belas : Dan didalam ungkapan adalah untuk menjelaskan jenis. Maksudnya, sungguh rendah diri adalah bagian dari rahmat yang kokoh bersemayam didalam jiwa. Dan juga bisa untuk menunjukan tujuan akhir.
            Kemudian Allah SWT memerintahkan para hambanya agar berkasih sayang kepada orang tua mereka dan mendo’akan mereka. Hendaknya engkau menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangimu dan juga lemah lembut kepada keduanya sebagaimana keduanya lemah lembut kepadamu. Karena keduanya telah menolongmu ketika kamu masih kecil, bodoh dan sangat membutuhkan sehingga keduanya mengutamakanmu dari pada diri mereka sendiri. Keduanya begadang dimalam hari, keduanya lapar demi mengenyangkanmu,keduanya berpakaian compang-camping demi memberikan pakaian untukmu, maka kamu tidak akan bisa mebalas kebaikan keduanya kecuali ketika keduanya telah lanjut usia sampai batas usia mereka tidak berdaya seperti kamu masih kecil,lalu kamu mengurusinya dengan baik sebagaimana keduanya telah mengurusmu dengan baik pula. Dengan demikian kedua orang tua memiliki hak untuk diutamakan.
            Keenam belas : Firman Allah SWT: “sebagaimana mereka berdua telah mendidiku.” Pendidikan secara khusus disebutkan agar para hamba ingat bahwa kasih sayang kedua orang tua dan kelelahan kedua orang tua adalah dalam mendidik. Sehingga hal itu dapat menambah kasih sayang dan sikap lemah lembut kepada keduanya. Semua ini untuk kedua orang tua yang mukmin.

G.    TAFSIR AYAT
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
                   Berdasarkan ayat di atas, tampaknya yang menjadi titik sentral dalam masalah bir al-walidain adalah anak, maka posisi orang tua sebagai pendidik tidak menjadi bahasan utama. Hal ini bisa disebabkan adanya suatu anggapan bahwa orang tua tidak akan melalaikan kewajibannya dalam mendidik anak.
                   Menurut Said Qutub orang tua itu tidak perlu lagi dinasehati untuk berbuat baik kepada anak, sebab orang tua tidak akan pernah lupa akan kewajibannya dalam berbuat baik kepada anaknya. Sedangkan anak sering lupa akan tanggung jawabnya terhadap orang tua. Ia lupa pernah membutuhkan asuhan dan kasih sayang orang tua dan juga lupa akan pengorbanannya. Namun demikian anak perlu melihat ke belakang untuk menumbuh-kembangkan generasi selanjutnya.  Jadi mempelajari cara orang tua dalam mendidik anak menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.
Hal pertama yang teranalisa dalam penjelasan kedua ayat tersebut adalah kewajiban orang tua untuk memperlakukan anak dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran ayat   wa bilwalidaini ihsana. Dalam penafsiran penggalan ayat tersebut, anak dituntut berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan orang tua telah berbuat ihsan kepada anak; mengandung selama sembilan bulan, memberikan kasih sayang dan perhatian sejak dari proses kelahiran hingga dewasa.
                   Dengan demikian, perintah anak untuk berbuat ihsan kepada orang tua menjadi wajib dengan syarat orang tua telah terlebih dahulu berbuat ihsan kepadanya. Ihsan orang tua terhadap anak sangat urgen sebab seorang anak yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah tidak berdaya,  tidak tahu apa-apa, dan perlu pertolongan orang lain. Untuk mengatasi ketidakberdayaannya, anak sangat bergantung sepenuhnya kepada orang tua dan menunggu bagaimana arahan dan didikan yang akan diberikan kepadanya.
Hal kedua yang dapat dijadikan konsep pendidikan emosional anak adalah

إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
                   Kondisi lemah anak yang masih kecil dalam asuhan orang tua sama halnya dengan kondisi orang tua yang telah tua renta dalam asuhan anak. Ketika Allah mewajibkan anak untuk berbuat baik kepada orang tua sebagai balasan orang tua yang telah memperlakukan anak dengan baik dan susah payah ketika anak kecil, maka secara otomatis orang tua juga dituntut hal yang sama yakni memperlakukan anak dengan baik; tidak bersikap yang menunjukkan kebosanan dan kejemuan secara lisan maupun bahasa tubuh. Berkaitan dengan hal ini, orang tua seharusnya tidak mengabaikan aspek psikologis dalam mengasuh anak. Anak memerlukan perhatian dan kasih sayang. Meskipun belum bisa berpikir logis, anak tetap memerlukan kasih sayang dan cinta orang tua. Pemberian materi yang banyak tanpa dibarengi dengan perhatian dan rasa cinta dari orang tua akan membuat anak merasa tidak ada ikatan emosi antara dirinya dan orang tua. Akibatnya anak tidak peka terhadap apa yang dirasakan oleh orang tuanya, apalagi ketika orang tua telah renta.
                   Memperlakukan anak dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang bukan hanya membantu anak berkembang dengan positif tetapi juga memudahkan orang tua untuk mengontrolnya. Di saat orang tua bersikap lemah lembut dan sayang kepadanya, maka anak tersebut akan mudah untuk diajak kerjasama dan akan bersikapmenurut. Memperhatikan aspek psikologis anak dapat diwujudkan dengan sikap dan perkataan. Allah mewajibkan anak untuk berkata lemah lembut dan tidak menghardik orang tua ketika mereka telah pikun karena orang tua telah berlaku sabar, bersikap lembut dan tidak menghardik anak. Dengan demikian orang tua juga dituntut untuk lemah lembut dalam perkataan dan tidak menghardik anak.
                   Anak kecil yang belum bisa berpikir rasional dan logis sama halnya seperti orang tua yang telah pikun. Anak kecil tentunya akan merasa senang dengan dunianya. Misalnya anak kecil mempermainkan kotorannya sendiri yang menurut daya nalar anak apa yang dilakukannya tersebut baik dan menyenangkan. Meskipun hal demikian belum tentu logis dan baik menurut pemikiran orang dewasa. Dalam hal ini orangtua perlu bersikap sabar. Penghinaan dan celaan adalah tindakan yang dilarang dalam pendidikan, sekalipun terhadap bocah kecil yang belum berumur satu bulan. Anak bayi sangatlah peka perasaannya. Ia dapat merasakan orang tua tidak senang dan tidak menyukainya melalui sikap, bahkan yang masih tersirat dalam hati orang tua, lebih-lebih lagi melalui perkataan yang jelas.
                   Sikap orang tua dalam menghadapi dan mengasuh anak pada masa kecil memerlukan kesabaran dan tutur kata yang baik atau qaulan karima. Tutur kata yang baik bisa diwujudkan seiring dengan adanya kesabaran. Apabila tidak ada kesabaran dalam diri orang tua tentunya kata-kata kasar dan hardikan akan keluar tanpa terkendali. Dan perkataan kasar serta hardikan tidak disenangi anak, walaupun menurut orang tua semua itu demi kebaikan anak. Sebab yang dirasakan oleh anak bahwa kata-kata yang tidak lemah lembut merupakan bukti ketidaksenangan orangtua terhadapnya.
[1] Pengendalian tutur kata agar selalu terucap yang baik merupakan bentuk kesabaran dan penghargaan orang tua terhadap anak. Ada sebagian keluarga di mana orang tua selalu menggunakan perkataan kotor ketika berbicara dengan anak-anak mereka. Padahal pada setiap tempat, terjaganya lingkungan masyarakat akan tergantung pada istilah-istilah dan ungkapan bahasa yang digunakan oleh ayah dan ibu kepada putra putrinya. Membiasakan anak bersikap sopan santun dalam berbicara adalah tugas orang tua, karena anak mengambil dan belajar dari kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya tidak memiliki cara yang benar dalam berbicara, maka mereka berdua tidak akan mampu mengajari anak-anak mereka sama sekali.
[2] Qaulan karima merupakan perkataan yang baik, lembut dan memiliki unsur menghargai bukan menghakimi. Dengan demikian anak akan bisa menilai kadar keperdulian orang tua terhadap dirinya melalui perkataan yang didengarnya. Di samping memberikan dampak secara psikologis, gawl karim juga menjadi acuan bagi anak untuk mengikuti pola yang serupa. Sebagai konsekuensinya anak berbicara dengan perkataan yang baik kepada orang tua sehingga akan terjalin ikatan emosional antara anak danorangtua.
Perkataan kasar dan caci maki, sebagai kebalikan dari pendapat di atas, akan membuat anak terbiasa dengan kata-kata tersebut. Terbiasa di sini dimaksudkan bahwa ketika orang tua melontarkan cacian kepada anak sebagai tanda marah, anak tidak akan menghiraukan lagi.
[3] Dan membentak anak sekalipun ia masih sangat kecil, berarti penghinaan dan celaan terhadap kepribadiannya sesuai kepekaan jiwanya. Dampak negatif ini tumbuh dan berkembang hingga menghancurkan kepribadian dan mengubah manusia menjadi ahli maksiat dan penjahat yang tidak lagi peduli dengan perbuatan dosa dan haram.
[4] Melalui kata yang baik, bijak dan juga pujian, anak akan merasa dihargai dan keberadaannya di antara anggota keluarga menjadi berarti. Seberapapun tinggi pendidikan dan juga pengetahuan yang diperoleh orang tua tentunya orang tua tidak bisa memandang segala sesuatunya dari sudut pandangnya sendiri. Sebab anak yang masih kecil belum mampu menjangkau pemikiran orang tua. Dengan demikian orang tua dalam usaha mendidik dan mengarahkan anak berusaha untuk memposisikan diri pada sudut pandang anak yang masih kecil tersebut kalau tidak akan selalu terjadi ketegangan. Dan sebagai konsekuensinya perkataan tidak baik akan ditangkap oleh anak.

[5] Berkaitan dengan cara pandang orang tua yang berbeda dengan anak kecil, di sini perlu dirujuk kembali pendapat al-Tabariy yang menyatakan bahwa anak harus membiarkan apa yang dicintai dan diingini oleh kedua orang tua ketika keduanya dalam asuhannya selama tidak bermaksiat kepada Allah. Anjuran untuk membiarkan apa yang diinginkan oleh orang tua dimaksudkan untuk menjaga perasaan keduanya, agar mereka tidak sakit hati dan tersinggung.
                   Hal demikian juga dapat diterapkan dalam mendidik anak. Orang tua tidak perlu terlalu protektif dengan lebih banyak mengeluarkan intruksi larangan dari pada membolehkan. Apabila orang tua banyak melarang segala sesuatu yang akan dilakukan oleh anak, anak akan menilai orang tua sebagai sosok yang otoriter, kejam dan tidak memahami perasaan serta kemauannya. Dan  juga anak akan cenderung tidak berani bertindak. Jika hal demikian terjadi maka kreativitas anak akan hilang dan anak tidak merasa adanya keterikatan emosi dengan orang tua. Oleh karena itu orang tua, dalam konteks ini, tidak terlalu banyak melarang apa yang akan dilakukan oleh anak selama tidak membahayakan dirinya dan juga selama tidak keluar dari norma-norma islami. Selanjutnya, setelah berbuat ihsan dan berkata dengan qawl karim kepada anak, orang tua juga dianjurkan untuk mendo’akan anak seperti Allah menganjurkan anak untuk mendo’ akan orang tua dalam akhir ayat 24 surat al-Isra’ tersebut. Sebab mendo’akan anak merupakan bagian bentuk tanggung jawab orang tua kepada generasi penerusnya, yang tidak ingin melihat mereka sebagai generasi yang amburadul, loyo dan tidak mengerti akan tanggung jawabnya.
[6] Sebagaimana Rasulullah Saw pernah mendo’akan cucunya Hasan dan Husain. Hadith tersebut adalah sebagai berikut: Artinya: Ya Allah, kasihilah mereka berdua, sebab aku mengasihinya pada intinya merupakan perintah kepada anak untuk mendo’akan kedua orang tuanya. Namun penggalan ayat tersebut merupakan keyword dari keseluruhan konsep interaksi edukatif pada aspek emosional antara orang tua dan anak. Orang tua berhak mendapatkan Ihsan, qawlan karima dan juga rahmah seperti yang terdapat pada penggalan ayat tersebut, apabila ia telah berbuat hal yang sama terhadap anak terlebih dahulu.
                   Hal ini dapat dipahami dari kata kama rabbayani shaghira. Dan dalam kata tersebut terkandung unsur cause and effect atau causalitas. Kata rabbayani dalam penggalan ayat tersebut merupakan akumulasi dari sikap Ihsan, qawlan karlma dan juga rahmah orang tua terhadap anak. Singkatnya sikap  orang tua terhadap anak berdasarkan konsep pendidikan emosional yang terdapat dalam surat al-Isra’ 23-24 adalah dengan cara memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak, bersikap lemah lembut, berkata dengan perkataan yang baik, dan tidak memaksakan kehendak orang tua sebab dunia anak dan orang dewasa itu berbeda atau dengan kata lain orang tua memberikan kelonggaran bagi anak untuk berkreativitas selama tidak menyimpang dari ajaran agama. Serta mendo’akan anak agar Allah senantiasa melimpahkan kasih sayang-Nya terhadap anak. Sikap orang tua terhadap anak tersebut memerlukan kesabaran dan pengorbanan yang begitu besar. Orang tua yang telah bersabar dan berkorban dalam mendidik dan mengarahkan anak agar menjadi anak yang shalih berhak mendapatkan do’a seperti yang disinyalir oleh Allah dalam firman-Nya:
Artinya: Dan ucapkanlah: `wahai Tuhanku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. (Al-Isra’:24).

H.    KESIMPULAN
                   Dengan demikian secara keseluruhan konsep pendidikan yang terdapat dalam surah al-Isra’ 23- 24 merupakan bentuk konsep yang memiliki kausalitas atau sebab¬ akibat (hubungan timbal balik). Anak menyantuni dan juga mendo’akan orang tua sebagai konsekuensi dari sikap orang tua terhadap anak ketika anak masih kecil. Oleh karena itu, orang tua mendapatkan hak dari anak karena orang tua telah melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu terhadap anak. Dan begitu juga sebaliknya; anak memberikan hak orang tua karena anak telah mendapatkan haknya, yakni pendidikan dengan penuh kasih sayang, kelembutan, keikhlasan dan keridhaan dari orang tua. Sehingga terbentuklah pendidikan karakter terhadap si anak.

I.       . Butir-Butir Penting dari QS. Al-Isra’ ayat 23-24
  • Banyak hadis yang menganjurkan agar anak berbakti kepada orang tua dan mengutuk orang yang durhaka kepada orang tua.
  • Ridho Allah SWT adalah rido orang tua. Murka-Nya adalah murka orang tua.
  • Berbuat baik kepada orang tua akan memanjangkan usia.
  • Sebuah hadis mengatakan, “Seandainya ia(orang tua) memukulmu, padahal kamu tidak mengujarkan kalimat yang buruk, jangan memandang orang tua seolah (kamu) merendahkannya, jangan angkat tangan(mu) tinggi-tinggi, jangan berjalan di depannya, jangan hanya memanggil hanya dengan namanya, jangan berbuat sesuatu yang membuat orang lain memusuhinya, jangan duduk mendahuluinya, bantulah mereka sebelum mereka meminta bantuanmu.”
  • Sebuah hadis menyebutkan, seandainya si ayah memukul anaknya, maka si anak dianjurkan untuk mengucapkan “semoga Allah mengampunimu!” Kata-kata ini adalah ungkapan mulia.
  • Anak-anak harus merendahkan diri di hadapan orang tua.
  • Berbakti kepada orang tua landasannya adalah cinta dan kasih sayang, bukan basa-basi atau karena mengharapkan imbalan materi.
  • Setiap anak harus mendoakan orang tuanya agar Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya.

J. Pesan-Pesan yang Terkandung dalam QS. Al-Isra’ ayat 23-24
  • Mengesakan Allah SWT adalah pesan Tuhan yang paling penting.
  • Berbakti kepada orang tua adalah salah satu sifat mengesakan Allah.
  • Perintah agar berbakti kepada orang tua, derajatnya sejajar dengan perintah mengesakan Allah.
  • Generasi muda dan orang tua sepatutnya membangun hubungan dengan landasan iman.
  • Berbakti kepada orang tua, tidak disyaratkan bahwa orang tua harus muslim.
  • Berbakti kepada orang tua harus dilakukan oleh seorang anak tanpa perwakilan.
  • Berbakti bisa berarti mencintai, mendidik, menghargai, dan berkomunikasi dengan baik.
  • Doa anak terhadap orang tua sangat mustajab.
  • Orang tua harus mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang.
  • Manusia harus menghargai para pendidiknya.
K.  Orang yang mengamalkan ayat ini dan menyia-nyiakan nya.
Orang yang mengamalkannya akan tahu tatakrama terhadap orang tua , kesopanan dan adab terhadap orang tua dan sesungguhnya orang yang menyia nyiakannya adalah orang merugi karena ia tak akan tahu adab terhadap orangtua dan bisa saja mengamalkan nya dan berdosa.

L. Tajwid
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
Ø  mad harfi: وقضى, احسنا, اوكلهما, ربينيظ
Ø  alif lam syamsiah: الاتعبدوا, الذل, الرحمة
Ø mad wajib muttashil: الاتعبدوا,احدهما, تقل لهما
Ø mad lazim kalimi mutsaqol: الااياه
Ø  alif lam qomariyah: بالوالدين, الكبر
Ø  ghunnah: اما, يبلغن,
Ø qolqolah kubra: يبلغن
Ø  ikhfa: عندك, قولاكريما
Ø  mad thobi'i: فلا,ولا, هما, اهما, جناح, ارحمهما, كما
Ø mad iwadh: قولا كريما, صغيرا
idzhar: تنهر



About Dear Sqin -DQ's Skin Diary

Organic Theme. We published High quality Blogger Templates with Awesome Design for blogspot lovers.The very first Blogger Templates Company where you will find Responsive Design Templates.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Delight9

Designed by Templatezy